Pendekatan Metakognitif Berbasis Masalah Kontekstual
Pendekatan Metakognitif Berbasis Masalah Kontekstual - Metakognisi merupakan istilah yang diperkenalkan Flavell tahun 1976. Flavell (Lioe et al. , 2006) menyatakan bahwa metakognisi merupakan kesadaran seseorang tentang proses kognitifnya dan kemandiriannya untuk mencapai tujuan tertentu. Secara lebih rinci Biryukov (2003) mengemukakan bahwa konsep metakognisi merupakan dugaan pemikiran seseorang tentang pemikirannya yang meliputi pengetahuan metakognitif (kesadaran seseorang tentang apa yang diketahuinya), keterampilan metakognitif (kesadaran seseorang tentang sesuatu yang dilakukannya) dan pengalaman metakognitif (kesadaran seseorang tentang kemampuan kognitif yang dimilikinya). Misalnya siswa SMP mempelajari materi bilangan bulat, dia perlu menyadari pengetahuan yang dimilikinya tentang konsep dan sifat-sifat operasi hitung bilangan bulat yang telah dipelajarinya dari SD, mengetahui dan memahami prosedur operasi hitung bilangan bulat yang dilakukannya dan menyadari kemampuan yang dimilikinya untuk menyelesaikan masalah terkait bilangan bulat.
Pengetahuan metakognitif memuat pengetahuan deklaratif (declarative knowledge), pengetahuan prosedural (procedural knowledge), dan pengetahuan kondisional (conditional knowledge) (OLRC News, 2004). Pengetahuan deklaratif yaitu pengetahuan tentang diri sendiri sebagai pebelajar serta pengetahuan tentang strategi, keterampilan dan sumber-sumber belajar yang dibutuhkannya untuk keperluan belajar. Pengetahuan prosedural yaitu pengetahuan tentang bagaimana menggunakan segala sesuatu yang telah diketahui dalam pengetahuan deklaratif dalam aktivitas belajarnya.
Pengetahuan Kondisional
Pengetahuan kondisional yaitu pengetahuan tentang bilamana menggunakan suatu prosedur, keterampilan, atau strategi dan bilamana hal-hal tersebut tidak digunakan, mengapa suatu prosedur berlangsung dan dalam kondisi yang bagaimana berlangsungnya, dan mengapa suatu prosedur lebih baik daripada prosedur-prosedur yang lain. Oleh sebab itu pengetahuan metakognitif dianggap sebagai berpikir tingkat tinggi karena melibatkan fungsi eksekutif yang lebih mengkoordinasikan perilaku pembelajaran.
Misalnya siswa diberikan sebuah soal pemecahan masalah terkait bilangan bulat yang bertujuan siswa mampu menemukan konsep KPK (kelipatan persekutuan terkecil) sebagai berikut.
Sebuah mobil mengganti busi setelah berjalan 5.000 km, mengganti platina setelah berjalan 7.500 km, dan mengganti ban setelah berjalan 12.000 km. Setelah berjalan berapa kilometerkah kendaraan itu membutuhkan penggantian busi, platina, dan ban secara bersama-sama?
Dengan mencermati soal ini, pengetahuan deklaratif dapat terlihat pada saat mengajukan pertanyaan pada diri sendiri tentang apakah siswa telah mengenal unsurunsur yang disebutkan dalam soal beserta strategi yang dapat digunakannya untuk memperoleh jawaban yaitu dengan menentukan kelipatan dari setiap bilangan yang diketahui. Siswa menentukan KPK dari tiga bilangan tersebut sebagai wujud dari pengetahuan prosedural. Siswa harus dapat beralasan mengapa KPK yang dicari dari tiga bilangan tersebut, ini termasuk pengetahuan kondisional.
Strategi Metakognitif
Pengalaman metakognitif melibatkan penggunaan strategi metakognitif. Strategi metakognitif adalah proses sekuensial untuk mengontrol aktivitas kognitif dan memastikan bahwa tujuan kognitif telah dipenuhi. Proses ini menurut (OLRC News, 2004) metakognisi membantu untuk mengatur dan mengawasi belajar dan terdiri dari: (1) perencanaan (planning), yaitu kemampuan merencanakan aktivitas belajarnya; (2) strategi mengelola informasi (information management strategies), yaitu kemampuan strategi mengelola informasi berkenaan dengan proses belajar yang dilakukan; (3) memonitor secara komprehensif (comprehension monitoring), yaitu kemampuan dalam memonitor proses belajarnya dan hal-hal yang berhubungan dengan proses; (4) strategi debugging (debugging strategies), yaitu strategi yang digunakan untuk membetulkan tindakan-tindakan yang salah dalam belajar; dan (5) evaluasi (evaluation), yaitu mengevaluasi efektivitas strategi belajarnya, apakah ia akan mengubah strateginya, menyerah pada keadaan, atau mengakhiri kegiatan te sebut. Sebagai contoh, setelah membaca sebuah soal matematika non rutin berikut.
Seorang pedagang membeli 5 lusin buku tulis. Setelah bungkus dibuka, ternyata ada 4 buah buku yang rusak. Buku yang bagus dijual dengan harga Rp1.500,00 per buah dan pedagang menderita kerugian 20%. Berapa harga pembelian buku tulis tersebut?
Siswa mempertanyakan pada dirinya sendiri tentang konsep-konsep yang diperlukan untuk menyelesaikan soal tersebut yaitu konsep rugi dan hubungannya dengan harga pembelian dan harga penjualan. Kegiatan ini termasuk keterampilan perencanaan. Tujuan kognitifnya adalah untuk menyelesaikan sebuah soal matematika non rutin berkaitan dengan aritmetika sosial. Siswa perlu bertanya pada dirinya antara lain: “Apa makna soal ini?”, “Apakah rumus yang harus digunakan?”, “Apa prosedur penyelesaian yang harus dilalui?”, “Apakah saya mengetahui rumusnya?”, “Sudah benarkah rumus yang saya gunakan?’, dan lain-lain. Pertanyaan sendiri adalah strategi monitoring pemahaman metakognitif. Jika ia menemukan bahwa ia tidak dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan sendiri, atau bahwa dia tidak memahami materi yang dibahas, ia harus kemudian menentukan apa yang perlu dilakukan untuk memastikan bahwa ia memenuhi tujuan kognitif penyelesaian soal. Dia mungkin memutuskan untuk membaca kembali soal dengan cermat dan mengingat konsep-konsep yang diperlukan dalam penyelesaian soal dengan tujuan mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan yang telah diberikan. Jika, setelah membaca ulang soal sekarang dia bisa menjawab pertanyaan, dia dapat menentukan bahwa ia mengerti materi. Dengan demikian, strategi metakognitif bertanya pada diri sendiri digunakan untuk memastikan bahwa tujuan kognitif terpenuhi.
NCREL (1995) mengidentifikasi proses metakognisi menjadi tiga kelompok.
Mengembangkan rencana tindakan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan berikut.
- Pengetahuan awal apakah yang akan menolong saya mengerjakan tugas-tugas?
- Dengan cara apakah saya mengarahkan pikiran saya?
- Pertama kali saya harus melakukan apa?
- Mengapa saya membaca bagian ini?
- Berapa lama saya menyelesaikan tugas ini?
Memantau rencana tindakan, meliputi pertanyaan-pertanyaan berikut.
- Bagaimana saya melakukan tindakan?
- Apakah saya berada pada jalur yang benar?
- Bagaimana seharusnya saya melakukan?
- Informasi apakah yang penting untuk diingat?
- Haruskah saya melakukan dengan cara berbeda?
- Haruskah saya menyesuaikan langkah-langkah tindakan dengan tingkat kesukaran?
- Jika tidak memahami, apakah yang perlu dilakukan?
Mengevaluasi rencana tindakan, meliputi pertanyaan-pertanyaan berikut.
- Seberapa baik saya telah melakukan tindakan?
- Apakah cara berpikir saya menghasilkan lebih banyak atau kurang sesuai dengan harapan saya?
- Apakah saya telah melakukan secara berbeda?
- Bagaimana saya menerapkan cara berpikir ini terhadap masalah yang lain?
- Apakah saya perlu kembali mengerjakan tugas ini untuk mengisi kekosongan pemahaman saya?
Pengertian metakognisi yang dikemukakan oleh para pakar di atas sangat bervariasi, namun pada hakekatnya memberikan penekanan pada kesadaran berpikir seseorang tentang proses berpikirnya sendiri. Kesadaran berpikir seseorang yang dimaksud adalah kesadaran seseorang tentang sesuatu yang diketahui, sesuatu yang dilakukan, sesuatu yang akan dilakukan dan sesuatu pengetahuan yang dimiliki. Karena itu, metakognisi dapat dibagi menjadi dua komponen, yaitu: pengetahuan metakognitif dan keterampilan metakognitif. Pengetahuan metakognitif berkaitan dengan pengetahuan deklaratif, pengetahuan prosedural, dan pengetahuan kondisional. Keterampilan metakognitif berkaitan dengan keterampilan perencanaan, keterampilan monitoring, dan keterampilan evaluasi.
Semoga bermanfaat.
Belum ada Komentar untuk "Pendekatan Metakognitif Berbasis Masalah Kontekstual"
Posting Komentar
Komentar yang mengandung sara, pornografi, tidak sesuai dengan pembahasan, memasukan link aktif, dan bersifat merugikan orang lain akan dihapus. Terima kasih.