Jumat, Oktober 22, 2021

Pengembangan Kreativitas menurut Ki Hajar Dewantara (Bapak Pendidikan Indonesia)

Ki Hajar Dewantara merupakan seorang tokoh nasional dengan ide-ide yang sangat berpengaruh baik dalam bidang jurnalistik, politik, budaya, dan pendidikan. Sebagai Bapak Pendidikan Indonesia yang telah mempelopori berdirinya taman siswa pada tangga l3 Juli 1992, Ki Hajar Dewantara memiliki empat strategi yang diterapkan dalam dunia pendidikan. Strategi tersebut adalah:

  1. Bahwa pendidikan adalah proses budaya untuk mendorong siswa agar memiliki jiwa merdeka dan mandiri;
  2. Membentuk watak siswa agar berjiwa nasional tetapi tetap membuka diri terhadap perkembangan internasional; 
  3. Membangun pribadi siswa agar berjiwa pionir pelopor, dan 
  4. Mendidik berarti mengembangkan potensi atau bakat yang menjadi kodrat alamnya masingmasing siswa (Wiryopranoto , Herlina, Marihandono, Tangkilisan, & Tim Museum Kebangkitan Nasional, 2017).

Hakikat Pengembangan Kreativitas

Daya kreativitas dimiliki oleh setiap manusia sejak lahir. Meski demikian, pengembangannya tidak dapat serta-merta diperoleh tanpa usaha apapun. Ada berbagai macam strategi dalam pengembangan kreativitas anak. Satu yang paling menarik adalah sebuah gagasan milik Ki Hajar Dewantara yang dikenal dengan sebutan Tri-N, yaitu niteni, nirokke dan nambahi. Ada banyak gagasan seputar pendidikan yang sangat bagus milik Ki Hajar Dewantara. Gagasan Tri-N sangat cocok dengan pengembangan kreativitas. Hal ini dibuktikan Yunianto (2014) yang dalam artikelnya menuliskan bahwa Tri-N merupakan sebuah metode kreativitas yang digunakan oleh Jogjaforce untuk melakukan proses kreatif dan pemecahan masalah yang kemudian mereka terjemahkan ke dalam digital artwork.

Gagasan Tri-N Ki Hajar Dewantara

Pada hakikatnya pengembangan kreativitas dapat dibentuk dengan mengikuti pola habituasi. Sama halnya dengan karakter yang dapat dibentuk dari pembiasaan (Ardhyantama, 2017), kreativitas dapat dilatihkan melalui kebiasaan. Kebiasaan ini dapat dirancang secara terstruktur dengan mengikuti pola-pola pada fase Tri-N.

Gagasan Tri-N Ki Hajar Dewantara

N pertama dalam gagasan Tri-N adalah niteni, yang dalam bahasa Indonesia dapat dimaknai sebagai mencermati. Pengembangan kreativitas selalu dimulai dari terserapnya informasi-informasi awal yang akan menjadi bekal pada proses kreatif berikutnya. Aditya (2015) menggunakan istilah rekam untuk menggantikan kata mencermati. Berdasarkan pengamata Aditya pada fenomena ilustrasi teknik mata besar pada bidang komik dan animasi, didapatkan simpulan bahwa pada mulanya teknik ini dipopulerkan oleh Osamu Tezuka yang terinspirasi dari kekagumannya terhadap karya Walt Disney, khususnya film animasi Bambi. Osamu Ozuka telah menonton film ini sebanyak 80 kali. Sehingga dapat dikatakan bahwa apa yang dicermati oleh Osamu Ozuka, kelak menjadi sumber inspirasinya dalam menghasilkan produk kreatif, berupa karakter dengan teknik gambar bermata besar. Berawal dari mencermati, yang bahkan dilakukan secara berulang-ulang seseorang akan mendapatkan sumber inspirasi. Tahapan mencermati dengan demikian adalah kunci mula terjadinya proses kreativitas.

Beetlestone (2013) menggunakan istilah observasi untuk menggantikan kata mencermati. Ia menjelaskan bahwa anak-anak menggunakan keterampilan observasi yang seksama untuk membantu mereka memilah secara akurat dan memahami detail-detail dari berbagai macam perbedaan. Kegiatan observasi dengan seksama ini banyak digunakan dalam seni untuk meningkatkan keterampilan menggambar dan melukis (Robinson dalam Beetlestone, 2013). Kreativitas secara umum seringkali dikaitkan dengan seni dan karya sastra karena diyakini keterampilan ini banyak dipergunakan dalam proses dan produksi dua bidang tersebut.

Niteni adalah pangkal mula dari proses kreativitas karena dengan kegiatan ini manusia menumbuhkan banyak pertanyaan dan gagasan yang ada dalam benaknya masing-masing. Ki Hajar Dewantara menggambarkan proses niteni yaitu berasal dari bagaimana orang melihat suatu barang yang kemudian menimbulkan anganangan atau fikiran yang menetapkan barang apa, apa kegunaannya, bagaimana cara membuatnya dan sebagainya (Dewantara, 1977).

Niteni bila dikaitkan dengan pembentukan kreativitas dapat diklasifikasikan sebagai aspek pribadi dan pendorong pada teori Munandar. Pada teori Kaycheng, niteni adalah sebuah bentuk pemodelan sosial yang bercirikan ada sesuatu yang menjadi objek perhatian dan ada subjek yang melakukan pengamatan secara cermat terhadapnya.

Konsep niteni yang paling bagus adalah dengan melakukan pendekatan kontekstual. Kedekatan baik secara lahiriah maupun emosional akan mempengaruhi proses pemodelan. Kesederhanaan yang sering muncul pada kegiatan sehari-hari menjadi alternatif model yang sangat ideal bagi siswa untuk dapat mengembangkan kemampuan berpikir kreatif mereka.

N kedua dalam Tri-N adalah nirokke. Nirokke dalam bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai menirukan. Rahayu, Istiqomah, Purnami, & Agustito (2018) mendefinisikan nirokke sebagai meniru apa yang sudah dicontohkan, yang dalam pembelajaran ini dilakukan setelah mengamati suatu objek.

Proses menirukan memang terlihat sepele karena kreativitas belum benar-benar dapat dipastikan dan dilihat dari kegiatan ini. Sebagian besar orang akan mencemooh aktivitas imitating atau nirokke karena dinilai tidak memiliki bobot kreativitas dan hanya menjadi latah dengan kondisi di sekitarnya. Padahal, untuk bisa menuju pada tahapan kreativitas berikutnya, meniru adalah sebuah tindakan yang perlu dilewati.

Kreativitas adalah sebuah keterampilan, dan keterampilan akan didapatkan dari latihan yang terus menerus diasah. Meniru merupakan rangkaian kegiatan yang dimaksudkan untuk mengasah keterampilan tersebut.

Meniru bukan hanya sekadar melakukan kegiatan atau menciptakan produk yang sama persis. Dalam proses meniru ada unsur pemahaman di dalamnya. Aditya (2015) membedakan meniru dengan plagiat. Menurutnya, plagiat adalah sebuah kegiatan copy-paste tanpa adanya penambahan makna. Menyalin dan mengklaim karya orang lain menjadi seolah-olah miliknya adalah ciri dari plagiarisme. Meniru dimaknai sebagai cara berlatih dengan sistem teknik yang dibalik. Sistem ini dianalogikan dengan ahli mekanik yang membongkar mobil untuk mengetahui bagaimana cara kerjanya.

Nirokke merupakan fase trial error. Dalam proses menirukan ada peluang-peluang untuk gagal. Kegagalan ini sesuai dengan temuan Thorley, dapat membentuk daya kreativitas dengan memperhatikan kemampuan dalam memberikan respon yang efektif terhadap kegagalan yang sudah di terima. Ada kemungkinan-kemungkinan bahwa kegagalan dalam proses meniru terjadi berulang-ulang. Fase ini merupakan sebuah proses tumbuhnya kreativitas yang sudah disebutkan oleh Munandar. Dari kegagalan ini kemudian akan tumbuh ide baru yang akan keluar pada fase pada N berikutnya, yaitu nambahi.

Nambahi adalah N terakhir dari Tri-N. Dalam kegiatan nambahi ini jelas terlihat bagaimana sebuah kreativitas bekerja. Nambahi adalah produk dari keterampilan berpikir secara kreatif. Penambahan biasanya dimaksudkan untuk menjadi sebuah pemecahan dari permasalahan yang ada. Penambahan adalah bentuk modifikasi dari contoh-contoh yang telah ada dengan penyesuaian sesuai dengan kebutuhan. Kemampuan kreatif merupakan keterampilan untuk mencari cara lain dalam memecahkan masalah (Sutejo, 2009). Kreativitas terbentuk karena adanya desakan kebutuhan untuk memecahkan sebuah permasalahan. Kegiatan pemecahan masalah (problem solving) memberikan kesempatan bagi anak-anak untuk menggunakan imajinasi mereka, mencoba mewujudkan ide-ide mereka, dan berpikir tentang berbagai macam kemungkinan (Beetlestone, 2013).

Kreativitas biasanya diakui ada setelah seseorang berada pada fase terakhir, yaitu fase nambahi. Pada fase nambahi, seseorang dianggap telah berhasil mengeluarkan produk berpikir dan berkreasi. Produk ini tidak serta merta dapat diterima dalam masyarakat. Masih ada kemungkinan trial and error pada fase ini. Agar inovasi yang diberikan pada fase nambahi memiliki nilai maka pengujian dilakukan. Proses penguatan dan ekologi menjadi bahan ujian terhadap produk yang diciptakan, baik itu berupa ide maupun materiil. Seleksi alam akan menempa apakah perubahan yang dilakukan dapat diterima ataukah tidak. Produk yang memiliki nilai akan mampu bertahan dan begitu pula sebaliknya.

Ketiga tahapan N ini merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Satu fase harus dilalui sebelum masuk pada fase berikutnya. Pada praktiknya ketiga fase ini sudah dialami oleh manusia. Tingkat keberhasilan untuk masuk pada fase-fase berikutnyalah yang kemudian menentukan apakah seseorang mampu menumbuhkan proses kreatif dalam dirinya atau tidak.

Tri-N membawa dan terpengaruh oleh kebudayaan yang berlaku di sekitarnya. Sesuai dengan temuan Yonk, budaya secara utuh berpengaruh pada pembentukan kreativitas. Pola pikir, keterampilan dan perilaku sangat dipengaruhi oleh budaya. Niteni dan nirokne menjadi perantara terlibatnya budaya secara utuh dalam pembentukan kreativitas. Mengamati dan menirukan berarti ikut melestarikan dan terpengaruh oleh budaya yang berlaku di masyarakat tersebut.

Ketiga N dengan demikian menjadi sebuah proses yang pada muaranya menghasilkan sebuah produk kreativitas. Pembentukan kreativitas dapat tercapai melalui ketiga tahapan dalam gagasan Ki Hajar Dewantara ini. Secara sistematis niteni, nirokke dan nambahi menjadi sebuah rantai yang dapat dijadikan patokan bagaimana membentuk seorang pribadi yang kreatif.

Dengan demikian kreativitas dapat dipelajari dan dilatih. Berdasarkan data ditemukan berbagai teori mengenai pembentukan kreativitas pada individu. Gagasan Ki Hajar Dewantara niteni, nirokke, dan nambahi mengandung nilai-nilai dalam proses pembentukan kreativitas. Gagasan beliau ternyata cocok dengan berbagai teori pembentukan kreativitas yang sudah ditemukan dalam penelitian-penelitian sebelumnya. Tingginya kesesuaian antara gagasan Tri-N dan faktor pendorong kreativitas serta prosesnya menjadikan gagasan ini cocok digunakan sebagai pedoman dalam pengembangan kreativitas. Semoga bermanfaat.

Belum ada Komentar untuk "Pengembangan Kreativitas menurut Ki Hajar Dewantara (Bapak Pendidikan Indonesia)"

Posting Komentar

Komentar yang mengandung sara, pornografi, tidak sesuai dengan pembahasan, memasukan link aktif, dan bersifat merugikan orang lain akan dihapus. Terima kasih.

Advertisemen