Selasa, Januari 04, 2022

Perkembangan Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif

Perkembangan Penelitian - Pada masa pra-positivisme, sekitar abad ke 17 mula-mula orang masih berpandangan bahwa apa saja yang terjadi itu bersifat alamiah. Dalam pandangan semacam ini, peneliti bersifat pasif, hanya mengamati secara pasif apa yang terjadi dan tidak dengan sengaja melakukan  percobaan dengan melakukan manipulasi terhadap lingkungan.

Dalam perkembangannya, terdapat perubahan pandangan yaitu pada masa positivieme sekitar abad ke 18. Pada masa itu berkembang anggapan bahwa peneliti dapat mengadakan perubahan dengan sengaja terhadap lingkungan sekitar dengan melakukan berbagai eksperimen. Dari perubahan pandangan ini muncullah metode ilmiah (scientific method) yang selanjutnya ditemukan aturan-aturan, hukum-hukum, prinsip-prinsip umum tentang dunia kenyataannya, baik dalam ilmu alam maupun ilmu sosial.

Perkembangan Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif

Menurut Basrowi & Suwandi dalam paradigma positivisme, realitas sosial dipandang sebagai sesuatu yang bersifat tunggal, statis, dan konkrit. Syamsudin dan Damaianti menyampaikan bahwa dalam pandangan positivisme, realitas tersebut dapat dipecah menjadi bagian-bagian, dan hukum yang berlaku pada setiap bagian juga berlaku bagi keseluruhan. Pengalaman bersifat objektif dan dapat diukur, realitasnya hanya satu yang mempunyai hukum dan ciri-ciri tertentu yang dapat diselidiki.

Pandangan positivisme ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut.

  1. Logika eksperimen dengan memanipulasi variabel yang dapat diukur secara kuantitatif agar dapat diberi hubungan di antara berbagai variabel.
  2. Mencari hukum universal yang dapat meliputi semua kasus,walaupun dengan pengolahan statistik dicapai tingkat probalitas dengan mementingkan sampling untuk generalisasi.
  3. Netralitas pengamatan dengan hanya meneliti gejala-gejala yang dapat diamati dan diukur dengan instrumen yang valid dan reliabel. Pandangan positivisme ini dalam bidang penelitian dikenal sebagai pandangan kuantitatif.

Menurut Kartodirdjo, pada sekitar tahun 1950-an, beberapa pakar mulai meragukan pendekatan positivisme dalam ilmu sosial. Muncul pendapat bahwa data statistik hanya dapat mendeskripsikan fenomena yang telah diakui. Akan tetapi statistik tidak dapat membuat prediksi fenomena baru, atau fenomena yang sedang berubah. Selain itu, muncul pandangan bahwa pengalaman itu begitu kompleks, sehingga tidak dapat diikat hanya oleh satu teori tertentu. Pada dasarnya teori itu harus bersifat open ended dan non dogmatic.

Gerakan yang mengkritik pendekatan positivisme ini disebut dengan post-positivisme. Dalam pandangan ini penelitian dilakukan dalam situasi yang wajar atau dalam latar alami (natural setting), maka modelnya disebut dengan metode naturaistic. Karena pengumpulan datanya bersifat kualitatif maka penelitiannya sering juga disebut dengan pendekatan kualitatif (qualitative design), yang pada hakikatnya mengamati orang dalam lingkungan hidupnya, berinteraksi dengan mereka, dan memahami dunia sekitarnya.

Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif

Metode penelitian kualitatif ini muncul pada masa post-positivisme, yang ditandai dengan adanya perubahan paradigma dalam memandang suatu realitas atau fenomena. Kualitatif merupakan sebuah pendekatan yang didasari oleh filsafat fenomenologis dan humanistis. Pendekatan kualitatif ini berseberangan dengan tradisi pemikiran positivisme dalam pendekatan kuantitatif. Menurut sejarah, penelitian dengan pendekatan kualitatif lahir untuk memenuhi kebutuhan dalam menjawab rasa ingin tahu manusia yang terus ada. Meskipun pada awalnya penelitian dengan pendekatan kualitatif ini selalu dipertentangkan dengan penelitian kuantitatif.

Semula penelitian kuantitatif lebih populer untuk kegiatan penelitian pada semua bidang ilmu. Sementara itu, penelitian kualitatif dipandang sebagai suatu kegiatan penelitian yang tidak bisa dipercaya dan bahkan tidak ilmiah. Namun, dengan terbuktinya kekuatan pada masing-masing, pertentangan orang tentang kedua jenis metodologi penelitian dengan pendekatan yang berbeda tersebut mulai mereda.

Dewasa ini, metodologi penelitian kualitatif telah menduduki posisi yang sepadan dengan metodologi penelitian kuantitatif. Pendekatan kualitatif telah diakui oleh para pakar sebagai alternatif metodologi yang layak untuk digunakan dalam memperoleh pengetahuan. Bahkan kini kedua jenis metodologi penelitian itu dapat digunakan untuk saling membantu dalam memperkuat hasil dari suatu penelitian.

Dalam perkembangannya, banyak istilah yang digunakan untuk menyebut bentuk-bentuk penelitian dengan pendekatan kualitatif ini, antara lain penelitian naturalistik, pasca-positivistik, etnografik, fenomenologis, subjektif, studi kasus, humanistik, dan sebagainya. Menurut Lincoin & Guba, istilah-istilah itu muncul atas dasar pandangan yang berbeda mengenai perspektif dan sifat yang paling penting yang kemudian menjadikan dasar untuk memilih istilah khusus guna membedakan asas tertentu dari asas yang lainnya.

Pada umumnya, istilah penelitian naturalistik digunakan dalam bidang sosiologi, etnografi digunakan untuk penelitian bidang antropologi. Sementara itu studi kasus digunakan dalam penelitian bidang psikologi, dan kritik seni digunakan untuk penelitian bidang humaniora.

Bogdan dan Taylor, mendefinisikan metode penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu secara holistik (utuh). Tidak mengisolasi individu ke dalam variabel atau hipotesis. Tetapi memandangnya sebagai bagian dari keutuhan. Sejalan dengan pendapat itu, Kirk dan Miller mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan manusia dalam kawasan sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasa dan peristilahannya.

Istilah kualitatif menurut Kirk dan Miller, pada mulanya bersumber pada pengamatan kualitatif yang bertentangan dengan pengamatan kuantitatif. Kuantitatif menunjuk pada jumlah, atau angka dan penghitungan sedangkan kualitatif menunjuk pada segi alamiah, kualitas, dan tidak mengadakan penghitungan. Menurut Denzin dan Lincoln, kata kualitatif mengisyaratkan penekanan pada proses dan makna yang tidak dikaji secara ketat atau belum diukur dari sisi kuantitas, jumlah, intensitas, atau frekuensinya.

Para peneliti kualitatif menekankan sifat realita yang terbangun secara sosial, serta hubungan erat antara peneliti dan subjek yang diteliti dan tekanan situasi yang membentuk penelitian. Peneliti kualitatif mementingkan sifat penelitian yang syarat dengan nilai-nilai. Peneliti kualitatif mencari jawaban atas pertanyaan yang menyoroti tentang cara munculnya pengalaman sosial sekaligus perolehan maknanya. Sebaliknya, penelitian kuantitatif menitikberatkan pada pengukuran dan analisis hubungan sebab akibat antara bermacam-macam variabel, bukan mementingkan prosesnya. Penelitian dipandang berada dalam kerangka yang bebas nilai.

Menurut Strauss dan Corbin, penelitian kualitatif merupakan jenis penelitian yang temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya. Meskipun datanya dapat dihitung dan disampaikan dalam angka-angka sebagaimana dalam sensus, analisis datanya bersifat kualitatif. Penelitian kualitatif merujuk pada analisis data non-matematis. Prosedur ini menghasilkan temuan yang diperoleh melalui data-data yang dikumpulkan dengan beragam sarana, antara lain wawancara, pengamatan, dokumen atau arsip, dan tes.

Dalam tradisi kualitatif, proses penelitiannya tidak sesederhana penelitian kuantitatif. Dalam penelitian kualitatif sebelum hasil penelitian dapat memberikan sumbangan kepada ilmu pengetahuan, perlu melampaui tahapan proses berpikir kritis-ilmiah, yaitu proses berpikir secara induktif untuk menangkap fakta dan fenomena-fenomena sosial yang terjadi di lapangan melalui pengamatan. Hasil pengamatan itu merupakan temuan yang perlu dianalisis, untuk selanjutnya menjadi dasar dalam melakukan teorisasi.

Terdapat beberapa alasan mengapa orang melakukan penelitian dengan pendekatan kualitatif. Salah satunya karena ada kemantapan peneliti berdasarkan pengalamannya. Menurut Strauss dan Corbin, beberapa peneliti yang berlatar belakang bidang pengetahuan antropologi, atau yang terkait dengan filsafat seperti fenomenologi, pada umumnya disarankan untuk menggunakan pendekatan kualitatif guna mengumpulkan dan menganalisis datanya.

Alasan yang lainnya adalah karakteristis dari sifat masalah yang diteliti. Dalam beberapa bidang studi, sesungguhnya lebih tepat apabila diteliti dengan pendekatan atau metode kualitatif. Seperti misalnya ingin mengungkapkan bagaimana pengalaman dari orang yang merasakan sakit, berganti agama, ketergantungan obat, peningkatan semangat belajar, tumbuhnya motivasi, dan sebagainya. Dalam kasus semacam itu, metode kualitatif dapat mengungkap dan memahami sesuatu di balik fenomena yang belum diketahui. Metode ini juga dapat memberikan rincian yang kompleks tentang fenomena yang sulit ditangkap dan diungkapkan melalui metode kuantitatif.

Belum ada Komentar untuk "Perkembangan Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif"

Posting Komentar

Komentar yang mengandung sara, pornografi, tidak sesuai dengan pembahasan, memasukan link aktif, dan bersifat merugikan orang lain akan dihapus. Terima kasih.

Advertisemen