Selasa, Agustus 16, 2016

Mengenal Pendidikan Islam pada Masa Kemerdekaan Indonesia

Pada postingan kali ini Membumikan Pendidikan akan mengulas mengenai pendidikan Islam pada masa awal kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Besok, tepatnya 17 Agustus 2016, segenap bangsa Indonesia akan memasuki hari bersejarah yakni hari jadi Negara tercinta kita Negara Indonesia. Momentum ini hendaknya dapat menggugah dan memotivasi kita selaku generasi penerus untuk selalu menjaga, memelihara, serta memajukan apa yang telah dicapai oleh leluhur kita khususnya di bidang pendidikan. Sebelum langsung mengulas pendidikan Islam pada masa kemerdekaan, Membumikan Pendidikan akan sedikit menguraikan sekelumit pendidikan pra-kemerdekan tepatnya pada masa Jepang datang ke Indonesia.

Jepang sebelum datang ke Indonesia, telah mengetahui bahwa umat Islam di Indonesia tidak suka kepada Belanda. Karenanya Jepang menganggap bangsa Indonesia akan menjadi sekutunya. Sikap inilah yang membawa perubahan besar bagi kemajuan lembaga pendidikan Islam dan materi-materi keagamaan di lembaga pendidikan umum. Bahkan Jepang menaruh perhatian penuh terhadap perkembangan pendidikan agama dan organisasi masa Islam di Indonesia. Zuhairini dkk (1992) menginformasikan ada beberapa kebijakan yang ditempuh Jepang dalam bekerja sama dengan masyarakat Islam khususnya dan pemerintah Indonesia umumnya, yaitu:
  • Kantor Urusan Agama (KUA) yang pada masa Belanda diganti kantor “Sumubi” atau “Sumuki” yang dipimpin oleh ulama Indonesia.
  • Beberapa pondok pesantren seringkali mendapat kunjungan.
  • Sekolah negeri diberi pelajaran budi pekerti/materi keagamaan.
  • Memberikan ijin untuk membentuk Barisan Hizbullah sebagai pelatihan dasar kemiliteran.
  • Mengijinkan terbentuknya sekolah tinggi Islam (STI) di Jakarta dan Pembela Tanah Air (PETA).
  • Umat Islam diijinkan meneruskan organisasi Majlis Ilam A’la Indonesia (MIAI)
Maksud Jepang yang lebih banyak memberikan perjanjian tersebut adlah agar kekuatan umat Islam dan Nasionalisme dapat dibina demi kepentingan Jepang. Maka, dibentuklah badan-badan pertahanan seperti Haiho, Peta, Seinan, dan Keibodan. Namun ada satu hal yang menimbulkan kebencian umat Islam karena bertentangan dengan keyakinan Islam, yaitu Jepang memaksa bangsa Indonesia untuk memberikan penghormatan kepada Tonno Haika dengan membungkuk (Saikaren). Selain dari pada itu, Jepang juga mencurigai orang Arab di Indonesia yang dianggap mempengaruhi Nasionalisme bangsa dengan menyebarkan ide-ide pan-Islamisme.

Baca juga: Pendidikan sebagai Pembangun Tumbuhnya Rasa Kebangsaan

Pendidikan Islam pada Masa Kemerdekaan

Mengenal Pendidikan Islam pada Masa Kemerdekaan Indonesia

Pasca proklamasi kemerdekaan dikumandangkan ke seluruh penjuru daerah pada 17 Agustus 1945, madrasah dan pondok pesantren terus berjalan sesuai dengan kemampuan para pengasuh dan pendukungnya. Bahkan pada 22 Desember 1945, Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BPKNIP) mengatakan bahwa dalam memajukan pendidikan dan pengajaran, sekurang-kurangnya diusahakan agar pengajaran di mushala dan madrasah berjalan terus dan diperpesat. Beberapa hari kemudian, tepatnya 27 Desember 1945 BPKNIP menyarankan agar pendidikan agama di sekolah dilaksanakan secara teratur, seksama dan mendapat perhatian sebagaimana mestinya. Dalam redaksi yang lain (Djauharuddin, 1992: 5) mengatakan agar madrasah dan pondok pesantren mendapat perhatian dan diberi bantuan material dari pemerintah pusat. Karena kedua lembaga itu juga merupakan alat dan sumber pendidikan serta pencerdasan rakyat bagi seluruh masyarakat Indonesia.

Sebagai follow up dari saran BPKNIP, Kabinet I tahun 1945 Menteri Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan (PP dan K yang sekarang menjadi Kemendikbud) Ki Hajar Dewantara mengirimkan surat edaran yang isinya adalah menyatakan:
Pelajaran budi pekerti pada masa Jepang, diperkenankan untuk diganti dengan pelajaran agama
Baca juga: Konsep Pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara

Namun, berhubung edaran-edaran itu masih belum mempunyai dasar yang kuat, maka implementasinya masih bersifat suka rela. Dan melalui Menteri PP dan K juga dibentuklah Panitia Penyelidik Pengajaran. Kaitannya dengan bidang pendidikan agama ini, ada beberapa pernyataan panitia yang mengatakan bahwa:
  1. Hendaknya pelajaran agama diberikan pada semua sekolah, dimulai dari sekolah rakyat (SR) kelas 4.
  2. Guru agama disediakan oleh kementerian Agama dan dibayar oleh pemerintah.
  3. Guru agama diharuskan mempunyai pengetahuan umum dan untuk itu harus ada Pendidikan Guru Agama (PGA).
  4. Pondok pesantren dan Madrasah harus dipertinggi mutunya.
  5. Tidak perlu berbahasa Arab.
Berdasarkan usulan tersebut, maka pendidikan agama dapat diberikan di sekolah-sekolah negeri dengan syarat diminta sekurang-kurangnya 10 orang siswa. Pelaksanaan pendidikan agama sepenuhnya diserahkan kepada kementerian Agama. Setelah Departemen Agama berdiri 3 Januari 1946 penyelenggaraan pendidikan agama pada sekolah-sekolah umum negeri dan pengurusan sekolah-sekolah agama berada di bawah tanggung jawab Departemen Agama (Depag) RI.

Di beberapa lembaga pendidikan madrasah dimasukkan tujuh materi pengajaran umum yaitu:
  • Membaca dan menulis huruf latin
  • Berhitung
  • Ilmu bumi
  • Ilmu hayat
  • Sejarah
  • Bahasa Indonesia, dan 
  • Olahraga
Upaya lain yang dilakukan Depag RI yaitu menetapkan Masyarakat Wajib Belajar, yang diperkenalkan pada tahun 1958-1959. Melalui program ini diharapkan masyarakat akan semakin maju dalam bidang ekonomi dan industri. Masa belajar dari program ini ditetapkan delapan tahun dengan pertimbangan diharapkan agar anak berusia 15 tahun telah lulus dari program masyarakat wajib belajar sesuai dengan aturan perburuhan.

Pada tahun 1966, MPRS mengadakan sidang dan hasilnya Tap MPRS XXVII tahun 1966 Bab I pasa 1. Isinya adalah pendidikan agama menjadi salah satu mata pelajaran di sekolah mulai dari Sekolah Dasar (SD) sampai pada Perguruan Tinggi (PT) atau Universitas Negeri. Sejak ketetapan ini, maka pendidikan agama memperoleh tempat yang semestinya yaitu, merupakan mata pelajaran pokok di SD sampai Perguruan Tinggi/Universitas Negeri.

Demikianlah sekelumit mengenai perjalanan pendidikan Islam pada masa kemerdekaan. Semoga bisa membuka wawasan kita tentang perjalanan pendidikan Islam yang asalnya di mulai dari Mushola dan Pondok Pesantren.

Belum ada Komentar untuk "Mengenal Pendidikan Islam pada Masa Kemerdekaan Indonesia"

Posting Komentar

Komentar yang mengandung sara, pornografi, tidak sesuai dengan pembahasan, memasukan link aktif, dan bersifat merugikan orang lain akan dihapus. Terima kasih.

Advertisemen