Kamis, Mei 08, 2014

Mengintegrasikan Materi Pelajaran dan Aplikasinya dalam Proses Pembelajaran

Mengintegrasikan Materi Pelajaran dalam Proses Pembelajaran - Pada postingan kali ini, Membumikan Pendidikan akan mengulas mengenai mengintegrasikan materi pelajaran dalam pembelajaran. Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita (baca: Indonesia) adalah masalah lemahnya proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, anak kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir. Proses pembelajaran di dalam kelas diarahkan kepada kemampuan anak untuk menghafal informasi. Otak anak dipaksa untuk mengingat dan menimbun berbagai informasi tanpa dituntut untuk memahami informasi yang diingatnya itu untuk menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari. Akibatnya, ketika anak didik kita lulus dari sekolah, mereka pintar secara teoritis, tetapi miskin aplikasi.
Mengintegrasikan Materi Pelajaran dan Aplikasinya dalam Proses Pembelajaran
Kenyataan ini berlaku untuk semua mata pelajaran. Mata pelajaran science tidak dapat mengembangkan kemampuan anak untuk berpikir kritis dan sistematis, karena strategi pembelajaran berpikir tidak digunakan secara baik dalam setiap proses pembelajaran di dalam kelas. Mata pelajaran agama, tidak dapat mengembangkan sikap yang sesuai dengan norma-norma agama, karena proses pembelajaran hanya diarahkan agar anak bisa menguasai dan menghafal materi pelajaran. Mata pelajaran bahasa tidak diarahkan untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi, karena yang dipelajari lebih banyak bahasa sebagai ilmu bukan sebagai alat komunikasi. Anak hafal perkalian dan pembagian, tetapi mereka bingung berapa harus membayar ketika ia disuruh membeli 2,5 kg telur, harga 1 kg Rp. 12.500,00; anak juga hafal bagaimana langkah-langkah berpidato, tetapi mereka bingung ketika mereka disuruh bicara di muka umum. Demikian juga anak hafal bagaimana cara membuat suatu karya tulis, tetapi ketika harus menulis ia bingung harus dari mana memulai; dan lain sebagainya.

Merekonstruksi Tujuan Pendidikan

Gejala-gejala di atas merupakan gejala umum dari hasil proses pendidikan kita. Pendidikan di sekolah terlalu menjejali otak anak didik dengan berbagai bahan ajar yang harus dihafal. Pendidikan kita tidak diarahkan untuk mengkonstruksi (membangun) dan mengembangkan karakter serta potensi yang dimiliki anak. Dengan kata lain, proses pendidikan kita tidak pernah diarahkan membentuk manusia yang cerdas, serta tidak diarahkan untuk membentuk manusia yang kreatif dan inovatif. 0Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa:
"Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara".
Terdapat beberapa hal yang sangat penting untuk kita kritisi dari konsep pendidikan menurut Undang-Undang tersebut.

Pertama, “pendidikan adalah usaha sadar dan terencana”, hal ini berarti proses pendidikan di sekolah bukanlah proses yang dilaksanakan secara “asal-asalan” dan “untung-untungan”, akan tetapi proses yang bertujuan. Sehingga segala sesuatu yang dilakukan guru dan siswa diarahkan pada pencapaian tujuan.

Baca juga: Tujuan Pendidikan Nasional Abad XXI

Kedua, proses pendidikan yang terencana itu diarahkan untuk mewujudkan “suasana belajar dan proses pembelajaran”. Hal ini berarti pendidikan tidak boleh mengesampingkan proses belajar. Pendidikan tidak semata-mata berusaha untuk mencapai hasil belajar, akan tetapi bagaimana memperoleh hasil atau proses belajar yang terjadi pada diri anak. Dengan demikian, dalam pendidikan antara proses dan hasil belajar harus berjalan secara seimbang. Pendidikan yang hanya mementingkan salah satu di antaranya tidak akan dapat membentuk manusia yang berkembang secara utuh.

Baca juga: Dimensi Lingkungan Belajar yang Efektif

Ketiga, suasana belajar dan pembelajaran itu diarahkan “agar peserta didik dapat mengembangkan potensi dirinya”. Ini berarti proses pendidikan harus berorientasi kepada siswa (student active learning). Pendidikan adalah upaya mengembangkan potensi anak didik. Dengan demikian, anak harus dipandang sebagai organisme yang sedang berkembang dan memiliki potensi. Tugas pendidikan adalah mengembangkan potensi yang dimiliki anak didik, bukan menjejalkan materi pelajaran atau memaksa agar anak dapat menghafal data dan fakta.

Keempat, akhir dari proses pendidikan adalah kemampuan anak "memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara". Hal ini berarti proses pendidikan berujung kepada pembentukan sikap, pengembangan kecerdasan atau intelektual, serta pengembangan keterampilan anak sesuai dengan kebutuhan. Ketiga aspek inilah (sikap, kecerdasan, dan keterampilan) arah dan tujuan pendidikan yang harus diupayakan.

Baca juga: Multiple Intelligences Alternatif Mengembangkan Kecerdasan Anak

Dengan demikian, ketika ketiga aspek di atas sudah terbentuk, materi pelajaran apapun yang diberikan oleh guru akan mengarah pada tujuan yang sama, yaitu pembentukan sikap, kecerdasan, dan keterampilan bagi setiap anak didik agar mereka berkembang sesuai dengan potensi yang dimilikinya.

Demikianlah uraian singkat mengenai integrasi materi pelajaran dan aplikasinya dalam proses pembelajaran. Semoga para pendidik tidak menutup mata akan gejala-gejala yang ada, dan selalu berupaya untuk bersungguh-sungguh membelajarkan siswa-siswinya menjadi generasi yang bisa dibanggakan bukan sekedar cerdas dalam teori, tapi bangsa ini juga butuh anak-anak yang cerdas dan trampil dalam aspek praktisnya.

Belum ada Komentar untuk "Mengintegrasikan Materi Pelajaran dan Aplikasinya dalam Proses Pembelajaran"

Posting Komentar

Komentar yang mengandung sara, pornografi, tidak sesuai dengan pembahasan, memasukan link aktif, dan bersifat merugikan orang lain akan dihapus. Terima kasih.

Advertisemen