Redefinisi Riset Aksi di Kelas (classroom action research)

Redefinisi Riset Aksi di Kelas (classroom action research) - Sudah jamak dalam praktik perkuliahan di kampus-kampus pendidikan—termasuk eks Lembaga (LPTK)—dipelajari mengenai Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau riset aksi di dalam kelas (classroom action research). Pertanyaannya: apakah pemahaman terhadap riset aksi tersebut sudah sesuai dengan konsep awalnya; apakah dalam konteks praksis pendidikan di sekolah-sekolah formal Indonesia riset tindakan kelas sudah menjadi “ruh” dari praktik pembelajaran di kelas? Menurut kami, jikalau para guru dalam tiap praktik pembelajarannya menggunakan dan menjalankan pendekatan riset aksi, maka itu adalah salah satu jalan terbaik untuk menjadi guru sebagai intelektual transformatif.

Salah satu teks yang paling sering dirujuk dalam perkuliahan mengenai riset aksi di kelas adalah Carr & Kemmis (1986). Memang mereka berdua tidak secara langsung menyebut classroom action research, melainkan riset tindakan/aksi dalam dunia pendidikan atau educational action research. Dengan merujuk pada kesimpulan pada seminar nasional bertema riset aksi di Deakin University tahun 1981, Carr & Kemmis (1986: 164-165) menulis :
Educational action research is a term used to describe a family of activities in curriculum development, professional development, school improvement programs, and systems planning and policy development. These activities have in common the identification of strategies of planned action which are implemented, and then systematically submitted to observation, reflection and change. Participants in the action being considered are integrally involved in all of these activities.
Merujuk pada “definisi” di atas, riset aksi dalam dunia pendidikan memang bermakna luas, dalam arti tidak hanya dipahami sebagai riset aksi di dalam kelas untuk meningkatkan kualitas pembelajaran saja. Lebih dari itu, riset aksi di dunia pendidikan mencakup banyak bidang aktivitas dan domain, mulai dari pengembangan kurikulum, peningkatan kualitas sekolah, perencanaan sistem pendidikan, hingga pengembangan kebijakan (policy) pendidikan. Pada dasarnya riset aksi termasuk dalam kategori riset kualitatif karena mengandalkan pengamatan (observation), refleksi (reflection), dan perubahan (change). Ketiga hal tersebut dengan sendirinya sudah mencirikan nuansa metodologis kualitatif, dan hal tersebut dikuatkan oleh Carr & Kemmis (1986: 129-130) diawali dengan kritiknya terhadap paradigma positivisme menyatakan bahwa teori pendidikan harus menolak nuansa paradigma rasionalitas, objektivitas, dan kebenaran positivistik, lebih dari itu teori-teori pendidikan mestinya dibangun melalui aktivitas interpretasi dan kritik untuk membangun kesadaran kritis.

Sebagaimana konsep dasar riset aksi yang mengambil lokus di luar tembok sekolah (pendidikan formal) yang bertujuan untuk memberdayakan masyarakat (empowerment), yang dilakukan melalui serangkaian observasi, refleksi, partisipasi, dan akhirnya melakukan aksi/tindakan untuk membangun kedaulatan rakyat, maka sudah seharusnya riset tindakan dalam setting pendidikan—sekolah maupun ruang kelas— juga diarahkan untuk membangun kedaulatan anak didik. Secara lebih spesifik Carr & Kemmis (1986: 165) menyatakan:
Action research aims at improvement in three areas: firstly, the improvement of a practice; secondly, the improvement of the understanding  of the practice by its practitioners; and thirdly, the improvement of the  situation in which the practice takes place. The aim of involvement stands shoulder to shoulder with the aim of improvement. Those involved in the practice being considered are to be involved in the action research process in all its phases of planning, acting, observing and reflecting. As an action research project develops, it is expected that a widening circle of those affected by the practice will become involved in the research process.
Apa yang dikemukakan oleh mereka berdua dalam kutipan di atas adalah dalam setting sekolah dan ruang kelas (pendidikan formal), bahwa (1) tujuan riset aksi adalah meningkatkan praktik pembelajaran/pendidikan, (2) meningkatkan pemahaman guru mengenai praktik pembelajarannya sendiri, (3) meningkatkan situasi yang menjadi tempat praktik pembelajaran. Lebih lanjut menurut mereka berdua, proses atau tahap- tahap dasar dalam riset aksi adalah (1) perencanaan, (2) aksi, (3) mengamati, dan (4) refleksi. Dua kata kunci riset aksi dalam pendidikan dan kelas adalah untuk meningkatkan (to improve) dan untuk terlibat langsung di dalam praktik pembelajaran itu sendiri (to involve).

Berdasarkan pada konsep dasar riset aksi dan merujuk pada referensi utama dasar Carr dan Kemmis, kemudian dibenturkan dengan realitas praktik riset aksi atau riset tindakan yang selama ini dilakukan oleh para guru, maka kami mengemukakan beberapa hal penting yang dapat menjadi perhatian bersama dalam upaya meningkatkan kualitas guru dan pembelajaran.
  • Sejatinya riset aksi adalah riset kualitatif berpendekatan paradigma interpretatif dan kritis (dalam kategorisasi pengetahuan Jürgen Habermas) yang melibatkan guru dan siswa sebagai pelaku utama, peneliti—dalam istilah riset etnografi— adalah pengamat yang terlibat (participant observer) dan anak didik beserta perilaku & aktivitasnya adalah subjek penelitian.
  • Sejatinya riset aksi di dalam kelas (familiar disebut sebagai Penelitian Tindakan Kelas atau PTK) diarahkan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dengan memecahkan beberapa problem yang terjadi di dalamnya.
  • Sejatinya riset aksi sudah seharusnya menjadi bagian tak terpisahkan dari semua praktik pembelajaran di kelas dan luar kelas (pada sekolah formal), karena upaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas paling tepat adalah dengan melaksanakan riset aksi.
  • Oleh karena riset aksi menjadi bagian tak terpisahkan dari semua praktik pembelajaran, maka guru melaksanakan riset aksi di  kelas pada semua mata pelajaran & praktik pembelajaran, dengan kata lain: tidak perlu mengajukan proposal penelitian (kecuali sekadar untuk formalitas dan/atau seremonial menurunkan dana riset).
  • Belajar dari pendekatan etnografi, maka semua aktivitas riset aksi (dari perencanaan, aksi, pengamatan, dan refleksi) harus didokumentasikan dengan rapi baik melalui catatan harian, rekaman, maupun lainnya, dokumen-dokumen tersebut penting sebagai jejak rekam fase-fase (atau siklus) riset tindakan sekaligus bahan untuk refleksi dan menggagas rencana aksi.
Tentu saja riset aksi di kelas dan sekolah tersebut tidak sepi dari halangan dan kendala, oleh  karena  riset  aksi  berpendekatan  kualitatif  yang  interpretatif dan  kritis,  maka kendala utama adalah cara pandang positivistik terhadap praksis pendidikan dan pembelajaran. Terakhir, agar riset aksi di dalam kelas tersebut dapat diarahkan menuju pada praksis pembelajaran dan pendidikan untuk transformasi sosial adalah mendasarinya dengan konsepsi-konsepsi dan praksis pedagogi kritis.



Daftar Pustaka
  • [1] Carr,  W.  &  Kemmis,  S.  (1986).  Becoming  Critical:  Education, Knowledge,  and Action Research. London & New York: RoutledgeFalmer.
  • [2] Giroux,  H.  (1997).  Pedagogy  and  the  Politics  of  Hope:  Theory, Culture,  and Schooling. Colorado & Oxford: Westview Press.
  • [3] Lie, A. (2013). Kurikulum sebagai Kendaraan. Kompas. Jakarta: 26 Februari. [4] Susila, S. (2013). Guru Mbeling. Kompas. Jakarta: 7 Maret.

Belum ada Komentar untuk "Redefinisi Riset Aksi di Kelas (classroom action research)"

Posting Komentar

Komentar yang mengandung sara, pornografi, tidak sesuai dengan pembahasan, memasukan link aktif, dan bersifat merugikan orang lain akan dihapus. Terima kasih.