Sabtu, Mei 24, 2014

Otonomi Siswa dalam Proses Belajar Mengajar

Otonomi Siswa dalam Proses Belajar Mengajar - Upaya melibatkan siswa telah menjadi fenomena yang cukup berkembang dalam dunia pendidikan akhir-akhir ini. Hanya saja, belum cukup banyak siswa yang ikut terlibat dan mempengaruhi proses penyusunan kegiatan belajar mengajar di sekolah. Siswa akan belajar dengan efektif bila kurikulum dikembangkan secara gradual berdasarkan kebutuhan dan kepentingan siswa. Karena kalau tidak demikian, siswa yang memiliki masalah dengan perilakunya merasa tersisihkan jika kurikulum yang diajarkan kepada mereka tidak didesain sesuai dengan kebutuhan mereka. Terlebih lagi jika peraturan-peraturan sekolah tidak disusun secara fair dan efektif dengan melibatkan mereka.

Adalah penting melibatkan siswa dalam proses pembuatan keputusan, baik itu peraturan maupun hal-hal yang berhubungan dengan desain materi pembelajaran. Sebuah lingkungan kelas yang memberi otonomi bagi siswa memiliki kaitan erat dengan kemampuan siswa dalam berekspresi, kreatif, self-esteem, belajar secara konseptual, dan senang terhadap tantangan. Dalam studi Internasional, ditemukan bahwa siswa yang memiliki andil dalam kegiatan-kegiatan instruksional atau pembuatan peraturan sekolah memiliki rasa cinta terhadap sekolah dan pada gilirannya secara signifikan meningkatkan keterlibatan mereka terhadap kegiatan-kegiatan sekolah.

Otonomi Siswa dalam Proses Belajar Mengajar

Dalam sebuah kelas yang menekankan otonomi siswa, para siswa percaya bahwa tugas-tugas yang diberikan oleh sekolah adalah penting, walaupun mungkin nampak tidak menyenangkan mereka. Sebaliknya, sebuah kelas yang terlalu memberi control terhadap mereka akan menyebabkan siswa hanya melaksanakan tugas-tugas dasar. Hal ini agaknya sesuai dengan konsep “Transcendence in Learning”-nya Kessler (2000) yang lebih menekankan kesadaran diri siswa ketimbang member beban yang berlebihan dari luar dirinya. Dengan kata lain, agar siswa dapat mengungkapkan kemampuan dirinya maka mereka perlu diperlakukan sebagai subjek belajar.

Orientasi yang negatif bisa muncul jika kebijakan, tujuan, dan norma sekolah atau implementasi dari semuanya dikembangkan tanpa melibatkan siswa atau siapa saja yang akan melaksanakannya. Sebaliknya, keterlibatan mereka yang maksimal, terutama siswa, akan memberikan respon positif terhadap program, peraturan, tuntutan atau norma-norma sekolah. Keterlibatan siswa dalam perencanaan dan pelaksanaan aktivitas kelas adalah merupakan bagian dari aspek otonomi dan control dari siswa sendiri. Jika siswa tidak merasa berseberangan dengan aturan kelas, kemungkinan besar mereka akan mengembangkan perilaku positif terhadap sekolah secara umum dan terhadap prestasi akademis secara khusus.

Ada empat manfaat yang bisa diperoleh bila siswa dilibatkan dalam membuat peraturan-peraturan sekolah atau kelas yaitu sebagai berikut;
  • Keterlibatan siswa yang tinggi dalam kegiatan sekolah;
  • Menjaga dan mendukung ide-ide, kreativitas dan inovasi yang potensial dan bermanfaat;
  • Siswa tidak akan mencari pemuasan di luar sekolah. Kondisi semacam ini tentunya menjaga siswa dari pengaruh-pengaruh negatif dari luar sekolah; dan
  • Memaksimalkan aktifitas pembelajaran, karena siswa memiliki banyak pilihan dan kesempatan untuk saling membantu.
Agaknya kondisi umum pendidikan kita yang terlalu memberikan control dan tidak melibatkan siswa dalam proses tersebut menjadi salah satu sebab menjamurnya tawuran di kalangan pelajar. Selain tentunya, karena kurangnya pelajaran mengenai akhlak atau etika, baik secara kuantitas maupun kualitas.

Demikian, semoga uraian yang singkat tentang otonomi siswa dalam proses belajar mengajar ini bisa membuka wawasan kita dalam membelajarkan siswa.


Belum ada Komentar untuk "Otonomi Siswa dalam Proses Belajar Mengajar"

Posting Komentar

Komentar yang mengandung sara, pornografi, tidak sesuai dengan pembahasan, memasukan link aktif, dan bersifat merugikan orang lain akan dihapus. Terima kasih.

Advertisemen