Minggu, Maret 23, 2014

Potret Pendidikan: Guru sebagai Terdakwa

Guru sebagai Terdakwa - Sama dan sebangunkah antara peningkatan kualitas guru dengan peningkatan mutu pendidikan? Guru memang ujung tombak dunia pendidikan, tetapi kurang fair-lah jika semua kesalahan dibebankan kepada pundak guru. Sebab, masih banyak variabel yang menyebabkan kualitas pendidikan kita rendah. Namun, sejak lama rendahnya kualitas guru disorot secara kritis. Kenapa hanya guru sebagai terdakwa rendahnya dunia pendidikan kita?

Pengamat pendidikan, ahli-ahli pendidikan dan publik pada umumnya, terbiasa melontarkan kritik pedas terhadap rendahnya kualitas guru. Baik sebelum maupun setelah digulirkannya kebijakan sertifikasi. Kritik terhadap kualitas guru itu tak habis-habisnya. Bahkan, kritik tersebut berkecenderungan semakin deras. Langsung maupun tak langsung, guru lalu menjadi “SI TERTUDUH” penyebab rendahnya mutu pendidikan.
Potret Pendidikan: Guru sebagai Terdakwa
Dari mana itu, satu hal mengemuka, rendahnya kualitas pendidikan acap kali dipandang sama dan sebangun dengan rendahnya kualitas guru. Tentu saja pandangan semacam itu tak sepenuhnya benar. Sebab, dalam sistem pendidikan, guru hanyalah merupakan salah satu pilar penentu peningkatan mutu pendidikan. Pilar lain adalah ketersediaan infrastruktur, ketercukupan pembiayaan, politik pendidikan serta partisipasi masyarakat maupun kalangan orang tua. Rendahnya kualitas pendidikan merupakan akibat logis dari puspa ragam persoalan tersebut.

Sungguh pun demikian, tetap saja guru disebut-sebut sebagai pilar utama penentu mutu pendidikan. Dalam pemberitaan berjudul “Produktivitas Tinggi Saat Mengikuti Sertifikasi”, Harian Kompas (7 Oktober 2010, halaman 12) menulis sebagai berikut:
Kinerja guru yang sudah lolos sertifikasi masih belum memuaskan. Motivasi kerja yang tinggi justru ditunjukan oleh guru-guru diberbagai jenjang pendidikan yang belum lolos sertifikasi, dengan harapan mendapat sertifikasi berikut uang tunjangan profesi”.
Tampak jelas dalam berita tersebut, kualitas guru masih menjadi persoalan sekalipun telah dicanangkan pelaksanaan sertifikasi. Berita ini bertitik tolak dari hasil survey Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) di 16 provinsi. Survey tersebut fokus pada penyikapan dampak sertifikasi terhadap kinerja guru. Peningkatan kerja pasca sertifikasi mencakup antara lain perubahan pola kerja, motivasi kerja, pembelajaran dan peningkatan kapasitas personal guru. Survey membuktikan, guru-guru yang lolos sertifikasi justru kemudian enggan mengikuti seminar atau pelatihan untuk meningkatkan kualitas.

Berdasarkan fakta survey itu ketua umum PB PGRI Sulistyo lalu merasa perlu melontarkan peringatan. Pendidikan kualitas, ucapnya, membutuhkan guru berkualitas. Para guru mesti terus membangun citra diri, bekerja sungguh-sungguh meningkatakan kualitas serta menjadi teladan kebajikan. Di samping itu, para guru diimbau mengembangkan pendekatan-pendekatan baru pembelajaran, berpikir inovatif, memberikan pengakuan terhadap pengetahuan spesifik bidang lingkungan, kesehatan, dan etika. Apa boleh buat, pada titik ini, kualitas guru terus dipersoalkan.

Sertifikasi Guru

Salah satu perhatian pemerintah terhadap guru, adanya program sertifikasi guru. Sertifikasi bertujuan untuk meningkatkan kualitas guru. Seiring dengan itu, pemerintah memberikan tambahan insentif kepada guru-guru yang lulus sertifikasi sebagai tanda balas jasa. Dalam proses sertifikasi tersebut, guru-guru wajib membuat portofolio dengan melampirkan berbagai syarat administrasi. Misalnya, sudah bekerja sebagai guru minimal 5 tahun, jumlah jam mengajar, penilaian atasan, perangkat pembelajaran, silabus, piagam pelatihan yang perlu diikuti, serta SK yang berhubungan dengan kegiatan pendidikan di luar sekolah, dan persyaratan administrasi lainnya.

Program sertifikasi ini sangat mudah dan murah. Melihat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh seorang guru, mustahil tidak lulus. Kalaupun sampai tidak lulus bisa diyakini bahwa guru tersebut malas, kurang kreatif, dan tidak aktif. Namun demikian, dengan begitu mudahnya peryaratan untuk mendapatkan sertifikasi itu, begitu mudah jugakah meningkatkan kualitas pendidikan kita? Sudah demikian banyak guru yang lulus sertifikasi, dan mereka tersebar di seluruh Indonesia. Seiring dengan itu, kualitas pendidikan diharapkan semakin meningkat pula.

Sebenarnya kualitas pendidikan tersebut dapat dilihat dari berbagai hal. Seperti tingkat kelulusan yang semakin tinggi dengan standard kelulusan yang semakin meningkat. Pemerataan pendidikan di seluruh tanah air, fasilitas yang semakin lengkap dan merata serta banyaknya siswa yang berhasil mengukir prestasi baik secara nasional maupun internasional. Sebaran mutu pendidikan yang masih belum merata merupakan salah satu faktor yang mengahambat peningkatan kualitas pendidikan.

Kembali ke masalah sertifikasi. Bagi guru-guru yang sudah lulus sertifikasi, tidak ada jaminan bahwa kualitas mereka dalam mentransfer ilmu kepada peserta didiknya menjadi semakin baik. Kualitas guru banyak ditentukan oleh kemampuan guru tersebut dalam menerjemahkan bahan belajar menjadi sangat aplikatif bagi siswanya dalam mengembangkan fungsi kognitif, afektif, dan psikomotornya.

Guru-guru yang hanya memindahkan materi buku pelajaran ke otak siswa-siswanya tentu belum bisa dikatakan guru berkualitas. Guru yang baik adalah guru yang dapat berperan sebagai motivator, inspirator, serta mampu menggali potensi yang dimiliki oleh siswanya. Karena itu, selain kualitas intelektual seorang guru harus memiliki kesiapan mental dalam mendidik dan mengajar.

Baca juga: Guru Idola Siswa

Dengan adanya sertifikasi ini diharapkan kualitas guru juga semakin meningkat. Tapi, melihat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, rasanya akan sulit mengaharapkan peningkatan kualitas guru. Persyaratan tersebut sepertinya tidak ada yang berhubungan langsung dengan peningkatan kualitas. Guru-guru yang mengajar lebih dari 5 tahun belum tentu lebih baik dari guru yang baru mengajar setahun. Begitu juga guru-guru yang mengajar lebih dari 20 jam dalam seminggu belum tentu lebih baik dari yang mengajar 10 jam seminggu. Melihat persyaratan sertifikasi ini, ternyata belum berhubungan langsung dengan peningkatan kualitas guru. Program sertifikasi ini hanya membuat guru menjadi sibuk saja. Padahal yang paling diutamakan dalam pendidikan adalah masalah kualitasnya, dan kualitas harus dicapai dengan proses yang baik dan hasil atau outcame-nya yang semakin baik.

Pembenahan Proses Sertifikasi

Perlu dipertimbangkan tentang program sertifikasi ini. Hal-hal yang harus dilakukan adalah pembenahan terhadap prosesnya. Guru-guru yang akan mengikuti proses sertifikasi hendaknya tidak hanya berkutat dengan persyaratan yang bersifat administratif semata, tetapi juga yang berhubungan langsung dengan peningkatan kualitas intelektualitasnya.

Untuk itu, pemerintah perlu menambahkan persyaratan lain seperti jumlah siswa bimbingan yang berprestasi baik tingkat nasional maupun internasional. Dengan demikian, sertifikasi tidak semata syarat belaka, tapi memang mampu menjadi landasan dalam peningkatan kualitas guru. Selanjutnya, dengan sertifikasi tersebut para guru yang telah lulus diberikan tunjangan yang sangat besar serta dibayarkan secara rutin setiap bulan, bukan pertriwulan atau bahkan persemester.




--------- Hidayat Banjar
(Peminat Masalah Sosial Budaya)

Belum ada Komentar untuk "Potret Pendidikan: Guru sebagai Terdakwa"

Posting Komentar

Komentar yang mengandung sara, pornografi, tidak sesuai dengan pembahasan, memasukan link aktif, dan bersifat merugikan orang lain akan dihapus. Terima kasih.

Advertisemen